Tugas B.Indo 1

KONSELING EKSISTENSIAL
Pertemuan manusiawi sebagai wadah konseling eksistensial


Apabila kita ingin memahami apakah sebenarnya konseling itu, maka berdasarkan metode Fenomenologi, kita akan melihatnya sebagai PERTEMUAN MANUSIAWI (Human encounter). Apakah sesungguhnya pertemuan manusiawi itu? Suatu pertemuan manusiawi yang auntentik selalu mengandung arti bahwa saya, sekurang – kurangnya selama beberapa saat HADIR SECARA TOTAL pada SEORANG. Jadi pertemuan manusiawi mengandung arti bahwa saya mengambil bagian dalam eksistensi orang lain itu, dalam hidup orang lain itu, dalam cara keberadaannya di dunia.
Suatu pertemuan manusiawi sedemikian bisa muncul sebagai suatu hadiah yang tak tersangka – sangka dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya saya duduk di samping seorang yang belum saya kenal. Kami mulai omong – omong tentang soal – soal harian yang ringan. Orang itu menceritakan kepada saya tentang keluarganya, bahkan pengalaman pahit yang dialaminya. Hatiku tergerak untuk melayani dia dengan sesuatu cara yang melebihi formalitas. Orang itu seolah - olah membuka tabir sosialnya, ia mengundang saya memasuki tempat suci dari kehidupan batiniahnya. Kami merasakan dan mengungkapkan suatu realitas baru. Apakah realitas baru itu? Apakah hubungan baru atau vital ini. Apakah ciptaan hubungan yang tiba – tiba ini?
Sesuatu yang sungguh – sungguh real telah timbul diantara kami, kami saling memberi perhatian (Concern), ada kontak batin diantara kami berdua.
Kadang – kadang pertemuan yang singkat, ucapan terima kasih sudahlah cukup melahirkan pengalaman hubungan tersembunyi antara dua manusia dan melalui kata –kata demikian kedua insan tersebut saling menemukan kepribadian masing – masing.
Apabila kita perhatikan baik – baik fenomena atau gejala pertemuan demikain itu, akan kita sadari bahwa “PENGALAMAN KITA” yang muncul itu mempunyai arti yang sangat dalam. Di dalam suatu pertemuan sejati, kita alami bahwa kita memberi pelayanan satu terhadap yang lain.
Ada lagi satu perbedaan antara “Pengalaman kita” dan pertemuan rutin yang kita lakukan dengan manusia – manusia lain. Tiap orang mempunyai kualitas – kualitas objek sendiri. Apabila secara kebetulan bertemu dengan seseorang dalam masyarakat saya cenderung untuk mengkategorisasikan dia dengan cara meredusir seluruh keberadaannya kedalam sifat – sifat umum yang bisa dikatakan tentang siapa saja. Tetapi pengalaman pertemuan sejati ini membuat semua kualitas itu mundur kelatar belakang atau menciut dan tidak berarti. Apabila saya sudah meredusir dia kedalam kualitas – kualitas lahiriyah itu maka antara kami sudah tidak akan tumbuh pertemuan sejati. Reduksi dari pribadi yang unik itu kadalam beberapa kualitas objektif dan yang dapat diukur memustahilkan pertemuan manusiawi. Hal demikian memustahilkan konseling. Pertemuan manusiawi adalah “jantung”nya psikoterapi, dasar perubahan dan pertumbuhan. Pertemuan manusiawi adalah kesembuhan dalam arti yang sedalam – dalamnya.


PERTEMUAN TERAPEUTIK YANG AUTENTIK


Ada banyak situasi dimana termanifestasikan perjumpaan manusiawi yang sebenarnya, dimana ada perhatian dan pengertian tetapi tidak bersifat terapeutis. Bilamana suatu perjumpaan manusiawi bersifat terapeutis? Kondisi – kondisi manakah yang memungkinkan perjumpaan manusia terapeutis?
Perjumpaan manusiawi terapeutis berlangsung bila saya merasa terlibat dalam kehidupan pribadi orang lain sehingga saya merasa terpanggil atau berkewajiban untuk memberi JAWABAN terhadap suatu PERMINTAAN (appeal) orang lain itu dan orang itu mengatakan bahwa dia memerlukan saya secara sangat PRIBADI, dalam beberapa taraf kehidupan dan perkembangannya.
Perjumpaan manusiawi terapeutik menuntut kehadiran saya secara penuh dalam diri klien yang memanggil saya. Panggilan atau permintaan dari suatu pribadi secara menyeluruh harus dijawab dengan KEHADIRAN dari seorang pribadi secara menyeluruh pula. Sesuatu yang kurang dari itu berarti penghianatan terhadap permohonan klien yang bersangkutan, dan hal ini merupakan pelolosan (escape) dari pada memberikan diri sendiri bagi orang lain dalam rangka penjumpaan manusiawi yang bersifat terapeutik. Untuk dapat memberikan kesembuhan diperlukan kehadiran konselor secara total dalam diri konseli.

Tanggal : 24 Desember 2009




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Tugas B.Indo 2

BAB V
KASUS
DI PUSAT BIMBINGAN DAN PENYULUHAN


1. Pertemuan Dengan Kasus
Sesuai kulaih “ Dasar – Dasar Bimbingan dan konseling pertengahan bulan Desember 1984. Dimana dibahas masalah konflik in autentik, dengan ditemani oleh seorang kawan putrinya Seorang Mahasiswi memberanikan diri mendekati saya dnegan permintaan agar saya bersedia berbicara sebentar dengan dia.”
Permintaan ini saya kabulkan, lalu kami mengambil tempat yang agak sepi dan mulai melakukan dialog. Saya sama sekali tidak mengira bahwa sang mahasiswi akan menyampaikan masalah pribadinya yang ternyataada kaitannya dengan bahan kuliah antara lain pertemuan manusiawi dan masalah konflik in autentik dimana ada imposisi norma - norma “Iuran” kepada seseorang, sedangkan orang yang bersangkutan merasa terbelenggu dalam dosa akibat ketidak mampunya merealisir atau mengaktualisir norma –norma eksternal yang dicekokan kepadanya .


2. Identifikasi Kasus
A. Data Pribadi :
Nama : N.
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 1975
Jenis Kelamin : Wanita/Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Asal : Padang
Pendidikan :
a. SAA (Sekolah Asisten Apoteker)
b. Mahasiswi Jurusan Kimia, IKIP,
Tingkat ....................................
Pekerjaan : Asisten Apoteker di salah satu apotek Jakarta.



B. Data Keluarga
Nama Ayah : Prof. Mr. N
Tempat/Tgl.Lahir : Meninggal tahun 1968 dalamusia 61 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Pendidikan : Universitas Van Leiden negeri Belanda
Pekerja : Penasihat Mentri Dalam Negeri
Nama Ibu : Ny. N.
Tempat/Tgl.Lahir : 57 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Pendidikan : Setaraf S.M.A di Zaman Belanda
Pekerja : Ibu Rumah Tangga



C. Susunan Anggota keluarga : Anak- Anak
1. Laki – Laki 40 Tahun
2. Laki – Laki 38 Tahun
3. Perempuan 36 Tahun
4. Laki – Laki 34 Tahun
5. Perempuan 30 Tahun
6. Laki – Laki 29 Tahun
7. Perempuan 28 Tahun (kasus)
8. Laki – Laki 21 Tahun
Semua anak sudah bekerja kecuali adik bungsu. Semua anak sudah berkeluarga kecuali KASUS dan adik bungsunya.



D. Keadaan Keluarganya
- Kasus Tinggal bersama Ibunya.
- Rumah adalah milik pribadi orang tua.
- Kasus mempunyai kamar tidur sendiri dan kamar belajar/bekerja sendiri.



E. Riwayat Hidup
1. Lingkungan
1.1 .Sejak kecil tinggal bersama kedua orang tua dan kakak - kakak + adik.
1.2 .Kasus dekat dengan ayahnya, juga dengan Ibunya.
1.3 .Hubungan Kasus dengan saudara-saudaranya biasa.
1.4 .Kasus merasa kehilangan sewaktu ayahnya meninggalkannya pada usia 11 tahun
1.5 .Sejak kecil Kasus berkenalan – berkawan baik dengan x anak kakak ibunya.
2. Keadaan Kesehatan
Tidak mendapatkan gangguan kesehatan fisik yang berarti.



F. Tingkah Laku Kasus selama wawancara
Pada waktu pertemuan pertama kelihatannya Kasus merasa sangat berat mengungkapkan masalah. Ia hampir menangis Sesudah diam beberapa saat diungkapkannya juga masalahnya. Karen saya mendengarkanya secara sungguh – sungguh dan menunjukkan sikap mau memahaminya maka pembicaraan mulai lancar. Dalam pertemuan kedua ( 7 Januari ) omongannya sangat lancar dan terbuka.


G. Penemuan/Pengumpulan Data
Data ditemukan/dikumpulkan dari :
Cerita/ungkapan pribadi Kasus Wawancara .



H. Hasil Peemuan/Pengumpulan Data
Masalah yang dihadapi Kasus berintikan konflik nilai, sikap dan tindakan antara dirinya sendiri dan ibu kandungnya.
Suatu konflik inautentik
Beginilah konfliknya :
Sejak kecil kasus berkawan dengan sepupu ( anak pria putra paman i.c. kakak kandung ibu ) yang bernama X.
Anak manusia makin hari makin menumbuh, berkembang, membesar dan ........ perlahan tapi pasti kawan BERUBAH menjadi pacar, sejalan dengan ucapan filsup Herakleitos PANTA BHEI (semuanya mengalih) ; waktu berubah, semua berubah dan anak manusia berubah bersama waktu itu. Maka, BERPACARAN habis-habisanlah kedua makhluk yang bersamaan Genus dan berlawanan spesies itu Rousseau tidak akan menyahkan tindakan berpacaran yang memang tuntunan alam kodrat. Lain Rousseau lain ibu kasus. Mula – mula Berdasarkan Einfuhlung atau Intuisi, Lambat laun Berdasarkan gejala tak terelakan Ibu kasus sampai pada keyakinan dan Kepastian yang menyakitkan hatinya ternyata puterinya yang bungsu berpacaran dengan anak kakak kandungnya si X. Ibu melarang keras kelanjutan pacaran ini . Dengan alasan yang pertama : X adalah anak kandung dari paman kandung (menurut adat Minang tidak ada larangan kawin dengan anak paman). Kedua : Si X itu adalah anak dalam keluarga yang berantakan yakni ayah dan ibunya bercerai.
”Dan ...” teriak ibu, ”buah jatuh tidak jatuh dari pohonnya, pasti si X akan mengikuti bulat-bulat contoh buruk ayah dan ibunya”. Meskipun ibu tegas melarangnya tetapi karena didorong oleh desakan dari dalam kasus main pacaran belakangan. Sesudah ”main belakang” lama kasus merasa berdosa terhadap ibu lalu memberanikan diri memohon restu ibu untuk menikah . Ibu kembali marah. Hingga taraf ini si X menarik diri dan untuk beberapa lama berhenti berpacaran dengan harapan pernikahan kelak direnungkan . Waktu terus berjalan si X menunjukkan batang hidungnya lagi dan pacaranpun dimulai lagi dengan intesitas yang lebih tinggi malah. Dan susah untuk dipisahkan.

Kesimpulan
Masalah yang dihadapi kasus dengan ibu tidak terselesaikan.
Kasus berani mengkonstartir bahwa ia sedang berada dalam suasana konflik nilai.
Dalam situasi konflik ini ia harus berdiri di pihak nilai autentik untuk berhadapan dengan nilai inautentik.
Tanggal 24 Desember 2009


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Tugas B.Indo 3

FILSAFAT ADA
BAB I

Apakah Filsafat ADA itu? Apa pula wataknya?
I. Uraian mengenai ada, sedang ada, ada dan ajaran ada.
1. Ada = Esse
2. Sedang ada = ens
3. Ajaran ada
II. Apakah sebenarnya filsafat umum itu?
1. Abstraksi pada umumnya
2. Tiga tingkatan abstraksi formal
3. Pandangan terhadap ada
4. Suatu yang rumit timbul
5. Pembatasan dari apanya filsafat ada umum

III. Sifat-sifat dari filsafat ada umum
1. Penyeluruh = meliputi apa saja
2. Mutlak
3. Agung

IV. Nama dari filsafat ada umum
1. Filsafat pertama atau theological
2. Meta fisika
3. Ontologi atau ajaran

V. Garis-garis besar dari filsafat – ada-umum

BAB II
Struktur ADA

I. Masalah dan pemecahannya
1. Masalah
2. Pemecahan pertama : Tiada menjadi hanya ada
3. Pemecahan kedua : Tiada ada hanya menjadi
4. Pemecahan ketiga : Pemisahan antara ada dan menjadi
5. Pemecahan keempat : Pemersatu antara ada dan menjadi

II. Aktus dan potensia
1. Asal mula Aktus dan potensia
2. Uraian dan pembagian potensia
3. Uraian dan pembagian Aktus
4. Perbedaan sebenarnya antara Aktus dan potensia
5. Perubahan bersiratkan Aktus dan potensia
6. Keterbatasan bersiratkan Aktus dan potensia
7. Banyak bersiratkan Aktus dan potensia
8. Susunan yang terdiri dari Aktus dan Potensia
9. Aktus dan potensia sebai bagian dari ada

III. Hakekat dan ada
1. Ada sebagai kesempurnaan
2. Membatasi (verpeking) dan memperbanyak (verveelvondiging) dari ada
3. Essensia dan Eksistensia
4. Sifat dari bersatunya Essensia dan Eksistensia
5. Keberatan terhadap perbedaan sebenarnya antara hakekat dan ada
6. Penentuanisi dari hakekat (kenyataan yang sungguh)
7. Penyungguhan dari hakekat
8. Kesungguhan dari hakekat yang tidak tersungguhkan
9. Sifat dari keintian hakekat

IV. Bahan dan Bentuk
1. Ada banyak hal dan kesempurnaan jenis antara yang satu dan yang sama apabila hakekat mereka terdiri dari Aktus dan Potensia
2. Tidak memungkinkan perubahan hakekat kecuali hakekat (itu) terdiri dari Aktus dan Potensia
3. Pada hakekatnya Aktus dan Potensia memikul nama – bentuk inti dan bahan pertama
4. Bahan pertama
5. Bentuk inti
6. Bersatunya bahan dan bentuk
7. Keputusan

V. Ke – diri – sendirian (selfstandingheid) dan (hal-hal) ke – tambah – an (bykonstigheden)
( Substansia dan Aksidensia )
1. Mungkin perubahan tambahan dalam ada terbatas apabila terdiri dari substansia dan aksidensia
2. Mungkin aktus dalam relitas yang terbatas ada apabila ia terdiri dari substansia dan aksidensia
3. Perbandingan antara substansia dan aksidensia
4. Ke – berada – an dalam aksidensia – aksidensia di dalam substansia
5. Keadaan
6. Hubungan – hubungan
7. Substansia sebagai dari ada sendiri

VI. Sedang – Ada – Sendiri ( het selfbestaande) dan persona (diri sendiri)
1. Pengertian tentang sedang – ada – sendiri
2. Sifat – sifat dari sedang – ada – sendiri
3. Sedang ada sendiri dan bahagian – bahagiannya
4. Perbedaan antara sedang – ada – sendiri dank e – ada – sendirian – an atau alamnya
5. Apa yang membuat sedang – ada sendiri – itu ada – sendiri ?
6. Persona
7. Perbedaan dalam masing – masing ada – sendiri

BAB III

Inti dari sedang – Ada

I. Abstraksi dari ada
1. Abstraksi dari yang sebenarnya
2. Abstraksi yang tidak sebenarnya
3. Ens tidak sebenarnya membiarkan diri untuk abstraksi yang sebenarnya
4. Abstraksi yang sebenarnya dari Ens
II. Kontraksi dari Ens
1. Apa itu kontraksi ?
2. Kontraksi dari penambahan yang sebenarnya
3. Kontraksi melalui penjelasan pengertian
4. Konstraksi dari Ens
5. Ens bukanlah pengertian jenis yang tertinggi

III. Analogi dari ens
1. Milieu dari analogi
2. Analogi yang sebenarnya
3. Analogi yang sebenarnya dari Ens
4. Analogi pengakuan (analogi perbandingan)
5. Analogi perbandingan dari Ens
6. Konklusi

IV. Hukum – hukum dari inti Ada / realitas (devezenswettenvan het ziynde)
1. Hukum identitas dan hokum individualitas
2. Hukum pertentangan
3. Hukum dari tertutupnya kemungkinan ketiga
4. Hukum tentang sebab yang cukup

BAB IV
Sifat – sifat ADA

I. Manakah “SIFAT – SIFAT” ADA ?
II. Satu
1. Satu sebaga sifat dari semua ens
2. Banyak
3. Macam – macam satu
4. Identitas dan perbedaan
III. Benar
1. Macam – macam arti dari kebenaran (benar)
2. Benar sebagai sifat dari semua ada
3. Ketidak benaran atau kepalsuan
IV. Baik
1. Kebaikan sebagai sifat dari semua ada
2. Hakekat kebaikan
3. Yang baik dan nilai
4. Kejahatan

V. Indah
1. Inti keindahan
2. Keindaha sebagai sifat ens dari semua ens

BAB V
Sebab – sebab dari ADA

I. Inti sebab
1. Prinsip atau dasar
2. Bermacam – macam cara dari dasar – ada
3. Dasar mengenal atau alasan (rasio)
4. Dasar ada atau sebab
5. Macam – macam cara sebab
6. Analogi sebab

II. Sebab bahan dan sebab bentuk
1. Sebab bahan
2. Sebab bentuk
3. Ke – sebab – an timbale balik dari sebab – sebab dalam
III. Sebab pembuat
1. Inti sebab pembuat
2. Hokum – inti dari sebab pembuat
3. Macam – macam cara sebab pembuat
4. Sebab alat
5. Realitas dari sebab pembuat

IV. Sebab tujuan
1. Inti sebab tujuan
2. Macam – macam cara sebab tujuan
3. Dasar finalitas atau dasar tujuan
4. Sebab timbale balik dari sebab – sebab luar

Tanggal : 24 Desember 2009




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS